Buraq (bahasa Arab: البراق , al-burāq; "cahaya atau kilat") adalah sesosok makhluk tunggangan ajaib, yang membawa Nabi Muhamad SAW dari Masjid al-Aqsa menuju Mi'raj ketika peristiwa Isra Mi'raj. Makhluk ini diciptakan Allah tebuat dari cahaya. Dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah "buraq" yang diartikan sebagai "Binatang kendaraan Nabi
Muhammad Saw", dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum, "buraq" itu berarti burung cendrawasih, yang oleh kamus diartikan dengan burung dari sorga (bird of paradise). Sebenarnya "buraq" itu adalah istilah yang dipakai dalam Al Qur'an dengan arti "kilat" termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya "Barqu".
Riwayat yang shahih, menyebutkan ciri Buraq yang dikendarai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat peristiwa Isra’ Mi’raj adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Kemudian didatangkan untukku suatu binatang berwarna putih yang bernama Buraq, lebih besar dari keledai, tapi lebih kecil dari bighal. Satu langkah perjalanannya sejauh mata memandang, lalu aku dinaikkan di atasnya…” (HR. Muslim)
Dalam hadits Bukhari dan juga yang lain tidak disebutkan bahwa kepala Buraq berupa wanita cantik. Lalu siapa yang mengada-adakan hal ini?
Perlu diwaspadai, bisa jadi itu
Pelecehan dengan modus simbol-simbol seperti itu menjadi khasnya orang-orang Yahudi dan orang-orang yang membenci Islam. Seperti kasus Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam digambarkan dalam bentuk ayam jantan yang dikelilingi 9 ayam betina, juga karikatur-karikatur menyesatkan yang belakangan marak terjadi. Jadi, alangkah naifnya jika orang Islam mengikuti penggambaran Buraq dengan versi mereka, karena ini berarti melecehkan Nabinya dengan penuh semangat dan senang hati. Wallahul muwaffiq.
Sumber: Majalah ar-risalah no. 98/vol.IX/2 Sya’ban-Ramadhan 1430 H / 2009, hal. 36. Penulis: Abu Umar Abdillah
Lalu, mengapa buraq digambarkan berkepala wanita, bukankah hanya kuda yang bersayap, bukankah ini suatu bentuk penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW?Seolah-olah Nabi tidak lepas dengan urusan wanita, walaupun urusan ke sidratul muntaha?